BAB
I
PENDAHULUAN
Mengkaji Sirah Nabawiyah bukan sekedar untuk
mengetahui peristiwa-peristiwa sejarah yang mengungkapkan kisah-kisah dan kasus
yang menarik. Karena itu, tidak sepatutnya kita menganggap kajian fikih Sirah
Nabawiyah termasuk sejarah, sebagaimana kajian tentang sejarah hidup salah
seorang Khalifah, atau sesuatu periode sejarah yang telah silam.
Tujuan mengkaji Sirah Nabawiyah adalah agar setiap
Muslim memperoleh gambaran
tentang
hakekat Islam secara paripurna, yang tercermin di dalam kehiduapn Nabi Muhammad
saw,
sesudah ia dipahami secara konseptional sebagai prinsip, kaidah dan hukum.
Kajian Sirah
Nabawiyah
hanya merupakan upaya aplikatif yang bertujuan memperjelas hakekat Isam secara
utuh
dalam keteledanannya yang tertinggi, Muhammad saw.
Bila kita rinci, maka dapat dibatasi dalam beebrapa
sasaran berikut ini :
1. Memahami
pribadi kenabisan Rasulullah saw melalui celah-celah kehidupan dan
kondisikondisi yang pernah dihadapinya, utnuk menegaskan bahwa Rasulullah saw
bukan hanya seorang yang terkenal genial di antara kaumnya , tetapi sebelum itu
beliau adalah seorang Rasul yang didukung oleh Allah dengan wahyu dan taufiq
dari-Nya.
2. Agar
manusia menndapatkan gambaran al-Matsatl al A’la menyangkut seluruh aspek kehidupan
yang utama untuk dijadikan undang-undang dan pedoman kehidupannya. Tidak diragukan
lagi betapapun manusia mencari matsal a’la ( tipe ideal ) mengenai salah satu aspek
kehidupan , dia pasti akan mendapatkan di dala kehiduapn Rasulullah saw secara
jelas dan sempurna. Karena itu, Allah menjadikannya qudwah bagi seluruh
manusia.Firman Allah: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
tauladan yang baik bagimu ...“ QS.Al-Ahzab : 21
3. Agar
manusia mendapatkan , dalam mengkaji Sirah Rasulullah ini sesuatu yang dapat membawanya
untuk memahami kitab Allah dan semangat tujuannya. Sebab, banyak ayatayat al-Quran
yang baru bisa ditafsirkan dan dijelaskan maksudnya melalui peristiwaperistiwa yang
pernah dihadapi Rasulullah saw dan disikapinya.
4. Melalui
kajian Sirah Rasulullah saw ini seorang Muslim dapat mengumpulkan sekian banyak
tsaqofah dan pengetahuan Islam yang benar, baik menyangkut aqidah, hukum
ataupun akhlak. Sebab tak diragukan lagi bahwa kehiduapn Rasulullah saw
merupakan gambaran yang konkret dari sejumlah prinsip dan hukum Islam.
5. Agar setiap pembina dan da’i Islam memiliki
contoh hidup menyangkut cara-cara pembinaan dan dakwah. Adalah Rasulullah saw
seorang da’i pemberi nasehat dan pembina yang baik, yang tidak segan-segan
mencari cara-cara pembinaan yang pendidikan terbaik selama beberapa periode
dakwahnya. Di antara hal itu terpenting yang menjadikan Sirah Rasulullah saw
cukup untuk memenuhi semua sasaran ini adlah bawah seluruh kehidupan beliau
mencakup seluruh aspek sosial dan kemanusiaan yang ada pada manusia, baik sebagai
pribadi ataupun sebagai anggota masyarakat yang aktif.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Perjalanan Hijrah
Nabi Muhammad SAW
Setelah mengalami tahun kesedihan,
Rasulullah diperintah Allah untuk Hijrah menuju Madinah. Malam itu Rasulullah
saw didatangi oleh malaikat Jibril as yang menyampaikan, “Wahai
Rasulullah! Janganlah engkau tidur malam ini di atastempat tidur engkau yang
engkau telah biasa tidur diatasnya. Sesungguhnya Allah menyuruh engkau supaya
berangkat hijrah ke Madinah.” Diyatakan pula oleh Jibril as bahwa
untuk kawan seperjalanannya ialah sahabatnya Abu bakar Ash-Shiddiq ra.[1]
Sementara itu, para pemuka Quraisy
sudah berniat akan membunuh beliau. Mereka telah mempersiapkan dua belas
pemuda pilihan mereka dari tiap-tiap suku untuk membunuh Nabi saw. Ketika ke-duabelas pemuda sudah siap
menunggu Beliau di depan pintu rumahnya, di dalam Rasulullah bersabda kepada
keponakannya Ali bin Abi Thalib, ” Berbaringlah di tempat tidurku, dan
gunakanlah selimut yang biasa kugunakan, Demi Allah, kau akan aman dari
mereka.” maka Ali pun berbaring di tempat tidur Beliau. Kemudian Rasulullah
keluar dari rumahnya dan mengambil segenggam pasir kemudian meniupnya ke arah
udara. Lalu ia mengambil segenggam lagi dan menaburkannya di kepala para pemuda
tersebut. Dengan kekuasaan Allah, para pemuda tersebut tidak dapat melihat
beliau. Seperti yang Allah Ceritrakan dalam firman-Nya Surat Yaasin Ayat 9:
” Dan Kami
adakan di hadapan mereka dindingdan di belakang mereka dinding, dan Kami tutup
mereka sehingga mereka tak dapat melihat.” (Yaasiin : 9)
Ketika duabelas
pemuda tersebut sadar, ada seorang laki-laki yang datang melewati mereka dan
bertanya, ”Apa yang kalian tunggu di depan rumah Muhammad?” mereka menjawab,
”Kami menunggunya keluar dari dalam rumah,” laki-laki tersebut kemudian
berkata, ”Kalian tertipu, Muhammad baru saja lewat dihadapan kalian, ia dan
sahabatnya sudah pergi meninggalkan Makkah sekarang.”
Setelah
kejadian itu, para pemuka Quraisy mengamuk dan membuat sayembara. Yaitu,
barangsiapa yang berhasil menangkap Rasulullah saw dan Abu Bakar, akan
dihadiahi 100 ekor unta. Maka para penduduk Makkah dengan segera
berbondong-bondong, mencari beliau dan sahabatnya.
Rasulullah saw
meninggalkan rumah dan segera menuju rumah sahabatnya Abu Bakar r.a, pada
tanggal 27 shafar tahun 14 dari Nubuwwah. Kemudian Beliau beserta sahabatnya
segera meninggalkan Makkah dengan diam-diam. Mereka menuju ke sebuah bukit di
belakang Makkah yang bernama Bukit Tsaur, disana terdapat sebuah gua yang
bernam Gua Tsaur. Rasulullah saw dan Abu Bakar r.a tinggal dalam gua tersebut
selama tiga malam. Selama itu mereka selalu ditemani oleh Abdullah bin Abu
Bakar pada malam hari, pada siang hari Abdullah berbaur dengan para pemuda di
Makkah untuk mendapatkan informasi tentang apa yang dilakukan oleh para pemuka
Quraisy. Informasi tersebut diberitakan kepada Nabi saw dan Abu Bakar pada
malam harinya. Rasul saw dan Abu Bakar mendapat susu dari Domba milik Abu
Bakar, yang digembalakan oleh pembantunya di sekitar gua, yang juga berguna
untuk menghapus jejak Abdullah pada siang harinya.
Setelah tiga
hari berada di Gua Tsaur, Rasulullah saw dan Abu Bakar r.a melanjutkan
perjalanan. Mereka mengupah seorang Musyrik bernama Abdullah bin Uraiqith untuk
menjadi penunjuk jalan. Mereka bertiga beserta Amir bin Fuhairah berangkat
menuju Madinah melalui jalur yang tidak biasa. Selama perjalanan mereka
mengalami beberapa kali pertemuan dengan orang-orang sekitar. Suatu kali ketika
Abu Bakar sedang dibonceng Rasulullah saw, ada seseorang yang mengenalinya,
kemudian bertanya ”Siapa orang yang berada di depanmu itu?” Abu Bakar Menjawab,
” Ia adalah penunjuk jalanku.”.
Di suatu daerah
di dekat Makkah, ada sekumpulan orang-orang yang didalamnya terdapat seorang
bernama, Suraqah bin Malik. Kemudian seorang laki-laki datang dan berkata
padanya bahwa ia melihat ada sekelompok orang di gurun yang menurutnya adalah
Muhammad dan kawan-kawannya. Suraqah kemudian berkata, ”Bukan, mereka adalah
Fulan bin Fulan yang pergi tanpa ingin dilihat.”. Setelah perkumpulan itu usai,
Suraqah dengan segera pulang ke rumahnya dan menyuruh pembantunya untuk
mempersiapkan seekor kuda di belakang bukit dan menuggunya. Setelah itu ia
mempersiapkan persenjataan dan segera menemui pembantunya di belakang bukit. Ia
lalu memacu kudanya dengan cepat sekali untuk mengejar Rasulullah saw. Ketika
jarak mereka semakin dekat, tiba-tiba kaki depan kudanya terperosok dan ia
terpental jauh. Ia segera bangkit dan mengejar kembali, tetapi kejadian yang
sama terulang lagi, kudanya terperosok dan ia terpental jauh kembali. Ia
mengulangnya untuk yang ketiga kalinya, tapi kejadian yang sama terulang lagi.
Sampai akhirnya ia menyerah dan berkata pada Rasulullah saw yang tidak jauh
lagi darinya. ”Sesungguhnya kaummu telah mempersiapkan hadiah besar untuk bisa
menangkapmu,” Ia juga mengabarkan apa yang diakatakan penduduk Makkah tentang
mereka, lalu Suraqah menawarkan harta kepada Beliau, tetapi Rasul hanya
berkata, ”Rahasiakan perjalanan kami.” Suraqah kemudian meminta tulisan yang
dapat menjadi jaminan untuknya. Rasulullah saw kemudian meminta Amir bin
Fuhairah menulisnya di atas sebuah lembaran kulit.
Setelah itu,
Nabi beserta rombongannya melanjutkan perjalanan. Mereka kemudian sampai pada
sebuah tenda milik Ummu Ma’bad. Ia sedang duduk-duduk di serambi tendanya. Lalu
Rasul bertanya kepada Ummu Ma’bad, ” Adakah yang dapat kau berikan kepada kami
untuk menghilangkan rasa haus kami?” ia menjawab, ”Kami tidak memiliki apa-apa
yang dapat diminum, sedang suamiku sedang pergi dan ini adalah paceklik,
domba-domba kami sudah tidak mengeluarkan susu lagi.” lalu Rasul saw mendekati
seekor domba betina yang kurus. Ia lalu berkata kepada Ummu Ma’bad, ”Bagaimana dengan
domba ini?” ia menjawab, ” domba itu sudah tidak melahirkan anak lagi dan tidak
mengeluarkan susu lagi.” Rasul saw bertanya lagi, ”Bolehkah aku
memerahnya?” ia menjawab, ” Silahkan Saja.” kemudian Rasulullah saw
memegang kelanjar susu Domba tersebut, sambil membaca asma Allah. Tak lama
kemudian kelenjar susu domba tersebut membesar, lalu Rasul saw meminta Ummu
Ma’bad untuk mengambilkan baskom, kemudian beliau memerah susu Domba tersebut
sehingga penuh baskom tadi. Rasul saw memberikan susu tersebut untuk Ummu
Ma’bad yang langsung diminumnya hingga kenyang. Lalu beliau memerah kembali
domba tersebut hingga penuh kembali baskom tersebut, lalu Rasul saw memberikan
susu tersebut kepada sahabat-sahabat seperjalanan hingga mereka kenyang, lalu
Rasul saw memerah kembali susu tersebut hingga sepenuh baskom kembali, lalu
beliau berikan kepada Ummu Ma’bad. Rasul saw dan sahabat-sahabatnya kembali
melanjutkan perjalanan.
Di tengah
perjalanan Rasulullah saw bertemu dengan Abu Buraidah, ia dan pasukannya memang
sedang mencari-cari beliau untuk mendapatkan hadiah yang dijanjikan para pemuka
Quraisy. Namun ketika ia sudah berhadapan dengan Rasulullah saw dan berbicara
dengan beliau, seketika itu juga ia dan tujuh puluh pasukannya masuk Islam. Ia
lalu merobek jubah putihnya dan diikat pada tombaknya untuk dijadikan bendera
sebagai tanda bahwa seorang Nabi yang akan membawa kebenaran dan akan
menyebarkan keadilan di seluruh penjuru bumi telah datang.
Rasulullah saw
juga bertemu dengan Az-Zubair yang telah masuk Islam. Ia kemudian bercerita
tentang penduduk Madinah ketika mendengar kedatangan Nabi saw, mereka
semua keluar dari rumahnya dan menuju tanah lapang, menunggu Nabi saw dan
rombongannya. Kemudian sampailah mereka di daerah Quba’ disana Rasul saw dan
sahabat-sahabatnya menetap selama empat hari, disana mereka juga bertemu dengan
Ali bin Abi Thalib yang menyusul mereka dan menginap bersama dengan Nabi saw.
Di Quba’ Rasulullah saw dan sahabat-sahabatnya mendirikan sebuah Masjid yang
dibangun dengan ketakwaan kepada Allah. Ini adalah Masjid pertama yang dibangun
oleh Ummat Islam sejak kenabian. Di Masjid tersebut juga Nabi saw melakukan
shalat Jum’at pertama kali dengan para sahabat.
Seusai Shalat
Jum’at, Nabi saw dan sahabat-sahabatnya memasuki Madinah, maka uasailah perjalanan Hijarah beliau
yang ditandai dengan sampainya Nabi saw di Kota penuh berkah
yang nantinya menjadi tempat tinggal beliau dan para sahabat, kota dimana Nabi
saw mendirikan tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara pertama yang hanya
berbasiskan Al-Qur’an dan As-Sunnah, kota yang penuh keberkahan dan kota tempat
banyak permasalahan Ummat Islam terselesaikan MADINAHAL-MUNAWWAROH.
2.2 Umat Islam
As-Sabiqun al-Awwalun (Arab: السَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ) adalah
orang-orang terdahulu yang pertama kali masuk/ memeluk Islam. Mereka
adalah dari golongan kaumMuhajirin dan Anshar, mereka semua
sewaktu masuk Islam berada di kota Mekkah, sekitar
tahun 610 Masehi pada abad ke-7.Pada masa penyebaran Islam awal,
para sahabat nabi di mana jumlahnya sangat sedikit dan golongan As-Sabiqun
Al-Awwalun yang rata-ratanya adalah orang miskin dan lemah.
Rasulullah
diperintah Allah untuk Hijrah menuju Madinah. Malam itu Rasulullah saw
didatangi oleh malaikat Jibril as yang menyampaikan, “Wahai
Rasulullah! Janganlah engkau tidur malam ini di atastempat tidur engkau yang
engkau telah biasa tidur diatasnya. Sesungguhnya Allah menyuruh engkau supaya
berangkat hijrah ke Madinah.” Diyatakan pula oleh Jibril as bahwa
untuk kawan seperjalanannya ialah sahabatnya Abu bakar Ash-Shiddiq ra.
Daftar As-Sabiqun al-Awwalun
:
Khadijah binti Khuwailid,
Zaid bin Haritsah,
Ali bin Abi Thalib,
Abu Bakar Al-Shiddiq,
Bilal bin Rabah,
Ummu Aiman,
Hamzah bin Abdul Muthalib,
Abbas bin Abdul Muthalib,
Abdullah bin Abdul-Asad,
Ubay bin Kaab,
Abdullah bin Rawahah,
Abdullah bin Mas'ud,
Mus'ab bin Umair,
Mua'dz bin Jabal,
Aisyah,
Umar bin Khattab,
Utsman bin Affan,
Arwa' binti Kuraiz,
Zubair bin Awwam bin Khuwailid,
Abdurrahman bin Auf,
Sa'ad bin Abi Waqqas,
Thalhah bin Ubaidillah,
Abdullah bin Zubair,
Miqdad bin Aswad,
Utsman bin Mazh'un,
Said bin Zayd bin Amru,
Abu Ubaidah bin al-Jarrah,
Waraqah bin Naufal,
Abu Dzar Al-Ghiffari,
Umar bin Anbasah,
Sa’id bin Al-Ash,
Abu Salamah bin Abdul Asad,
Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam,
Muawiyah bin Abu Sufyan,
Yasir bin Amir,
Ammar bin Yasir
, Sumayyah binti Khayyat,
Amir bin Abdullah,
Ja'far bin Abi Thalib,
Khabbab bin 'Art,
Ubaidah bin Harits,
Ummu al-Fadl Lubaba,
Shafiyyah,
Asma' binti Abu Bakr,
Fatimah bin Khattab,
Suhayb Ar-Rummi.
2.3 Pernikahan
Nabi Muhammad
Selama hidupnya
Muhammad menikah dengan 11 atau 13 orang wanita (terdapat perbedaan pendapat
mengenai hal ini). Pada umur 25 Tahun ia menikah dengan Khadijah, yang
berlangsung selama 25 tahun hingga Khadijah wafat. Pernikahan ini digambarkan sangat bahagia, sehingga saat
meninggalnya Khadijah (yang bersamaan dengan tahun meninggalnya Abu Thalib pamannya)
disebut sebagai tahun kesedihan.
Sepeninggal Khadijah, Khawla binti Hakim menyarankan
kepadanyauntuk menikahi Sawda binti Zama (seorang
janda) atau Aisyah (putri Abu Bakar, dimana
Muhammad akhirnya menikahi keduanya. Kemudian setelah itu Muhammad tercatat
menikahi beberapa orang wanita lagi hingga jumlah seluruhnya sekitar 11 orang,
dimana sembilan di antaranya masih hidup sepeninggal Muhammad.
Para ahli
sejarah antara lain Watt dan Esposito berpendapat
bahwa sebagian besar perkawinan itu dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik
(sesuai dengan budaya Arab), atau memberikan penghidupan bagi para janda (saat
itu janda lebih susah untuk menikah karena budaya yang menekankan perkawinan
dengan perawan).
Ummu
al-Mukminin :
1.
Khadijah binti Khuwailid
Ia merupakan
isteri Nabi
Muhammad yang pertama. Sebelum menikah dengan Nabi, ia
pernah menjadi isteri dari Atiq bin Abid dan Abu Halah bin Malik dan telah
melahirkan empat orang anak, dua dengan suaminya yang bernama Atiq, yaitu
Abdullah dan Jariyah, dan dua dengan suaminya Abu Halah yaitu Hindun dan
Zainab.
Berbagai
riwayat memaparkan bahwa saat Muhammad SAW. Menikah dengan Khadijah,
Khadijah berusia 40 tahun sedangkan Nabi hanya berumur 25 tahun. Tetapi
menurut Ibnu
Katsir, seorang tokoh dalam bidang tafsir, hadis dan sejarah,
mereka menikah dalam usia yang sebaya. Nabi Muhammad s.a.w. bersama dengannya
sebagai suami isteri selama 25 tahun yaitu 15 tahun sebelum menerima wahyu
pertama dan 10 tahun setelahnya hingga wafatnya Khadijah, kira-kira 3 tahun
sebelum
hijrah ke Madinah. Khadijah
wafat saat ia berusia 50 tahun.
Ia merupakan istri nabi Muhammad SAW, yang tidak
pernah dimadu, karena semua isterinya yang dimadu dinikahi setelah wafatnya
Khadijah. Di samping itu, semua anak Nabi kecuali Ibrahim adalah
anak kandung Khadijah.
Maskawin dari nabi
Muhammad SAW. Sebanyak 20 bakrah dan upacara perkawinan diadakan
oleh ayahnya Khuwailid. Riwayat lain menyatakan, upacara itu dilakukan oleh
saudaranya Amr bin Khuwailid.
Pernikahannya
dengan Khadijah menghasilkan keturunan hanya enam orang, yaitu: Al Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah, dan Abdullah.
Al Qosim
mendapat julukan Abul Qosim, sedangkan Abdullah mempunyai
julukan at Thoyib at Thohir yang berarti "Yang Bagus dan
Lagi Suci".
2.
Sawdah binti Zam'ah
Nabi menikah
dengan Sawdah setelah wafatnya Khadijah dalam bulan itu juga. Sawdah adalah
seorang janda tua. Suami pertamanya ialah al-Sakran bin Amr. Sawdah dan
suaminya al-Sakran adalah di antara mereka yang pernah berhijrah ke Habsyah. Saat suaminya meninggal dunia setelah
pulang dari Habsyah, maka Rasulullah telah
mengambilnya menjadi isteri untuk memberi perlindungan kepadanya dan memberi
penghargaan yang tinggi kepada suaminya.
Acara
pernikahan dilakukan oleh Salit bin Amr. Riwayat lain menyatakan upacara
dilakukan oleh Abu Hatib bin Amr. Maskawinnya ialah 400 dirham.
3.
Aisyah binti Abu Bakar
Aisyah adalah
satu-satunya isteri Muhammad yang masih gadis pada saat dinikahi. Aisyah
dinikahkan pada tahun 620 M. Akad nikah diadakan di Mekkah sebelum
Hijrah, tetapi setelah wafatnya Khadijah dan setelah Muhammad menikah dengan
Saudah. Upacara dilakukan oleh ayahnya Abu Bakar dengan
maskawin 400 dirham.
Hadits mengenai
umur Aisyah tatkala dinikahkan adalah problematis. Hisyam bin ‘Urwah adalah
satu-satunya yang mengabarkan tentang umur pernikahan Aisyah, yang didengarnya
dari ayahnya. Bahkan Abu Hurairah ataupun Malik bin Anas tidak
pernah mengabarkannya. Beberapa riwayat yang termaktub dalam buku-buku hadits
berasal hanya dari Hisyam sendiri, dan hadits ini dianggap dhaif. Hisyam
mengutarakan hadits tersebut tatkala telah bermukim di Irak, dan ia pindah
ke negeri itu dalam umur 71 tahun.
Hisyam bin
‘Urwah menyatakan bahwa Aisyah dinikahkan ketika berumur 6 tahun. Muhammad
tidak bersama dengannya sebagai suami-isteri melainkan setelah berhijrah ke
Madinah. Ketika itu, Aisyah berumur 9 tahun sementara nabi Muhammad berumur 53
tahun. Mengenai hal ini Ya’qub bin Syaibah berkata: “Yang dituturkan
oleh Hisyam sangat terpecaya, kecuali yang disebutkannya tatkala ia sudah
pindah ke Irak.” Ibnu Syaibah menambahkan bahwa Malik bin Anas menolak
penuturan Hisyam yang dilaporkan oleh penduduk Irak.[2]
Dalam buku tentang sketsa kehidupan para perawi hadits, tersebut bahwa saat
Hisyam berusia lanjut ingatannya sangat menurun[3].
Menurut Tabari, keempat anak
Abu Bakar (termasuk Aisyah) dilahirkan oleh isterinya pada zaman Jahiliyah, artinya
sebelum 610 M.
[4]Apabila Aisyah
dinikahkan sebelum 620 M, maka ia dinikahkan pada umur di atas 10 tahun dan
hidup sebagai suami-isteri dengan Muhammad dalam umur di atas 13 tahun. Menurut
Abd alRahman bin Abi Zannad: “Asmah 10 tahun lebih tua dari Aisyah.[5]”Menurut Ibnu Hajar al-'Asqalani, Asmah hidup
hingga usia 100 tahun dan meninggal tahun 73 atau 74 Hijriyah. Apabila
Asmah meninggal dalam usia 100 tahun dan meninggal dalam tahun 73 atau 74
Hijriyah, maka Asma berumur 27 atau 28 tahun pada waktu Hijrah, sehingga
Aisyah berumur (27 atau 28) - 10 = 17 atau 18 tahun pada waktu Hijrah. Itu
berarti Aisyah mulai hidup berumah tangga dengan Muhammad pada waktu berumur 19
atau 20 tahun.
Sedangkan
menurut Sahih
Al-Bukhari, Aisyah sendiri mengatakan bahwa dirinya dinikahi oleh
Muhammad ketika berumur 6 (enam) tahun. Pandangan ini juga berlaku di
kalangan umat islam tertentu.
4.
Hafshah binti Umar bin al-Khattab
Hafsah seorang
janda. Suami pertamanya Khunais bin Hudhafah al-Sahmiy yang meninggal dunia
saat Perang
Badar. Ayahnya Umar meminta Abu Bakar menikah dengan Hafsah,
tetapi Abu Bakar tidak menyatakan persetujuan apapun dan Umar mengadu kepada
nabi Muhammad. Kemudian rasulullah mengambil Hafsah sebagai isteri. Hafsah
Binti Umar (wafat 45 H)
Hafshah binti
Umar bin Khaththab adalah putri seorang laki-laki yang terbaik dan mengetahui
hak-hak Allah dan kaum muslimin. Umar bin Khaththab adalah seorang penguasa
yang adil dan memiliki hati yang sangat khusyuk. Pernikahan Rasulullah . dengan
Hafshah merupakan bukti cinta kasihnya kepada mukminah yang telah menjanda
setelah ditinggalkan suaminya, Khunais bin Hudzafah as-Sahami, yang berjihad di
jalan Allah, pernah berhijrah ke Habasyah, kemudian ke Madinah, dan gugur dalam
Perang Badar. Setelah suami anaknya meninggal, dengan perasaan sedih, Urnar
menghadap Rasulullah untuk mengabarkan nasib anaknya yang menjanda. Ketika itu
Hafshah berusia delapan belas tahun. Mendengar penuturan Umar, Rasulullah
memberinya kabar gembira dengan mengatakan bahwa ia bersedia menikahi Hafshah.
Jika kita
menyebut nama Hafshah, ingatan kita akan tertuju pada jasa-jasanya yang besar kaum muslimin saat itu. Dialah istri Nabi
yang pertama kali menyimpan Al-Qur’an dalam bentuk tulisan pada kulit, tulang,
dan pelepah kurma, hingga kemudian menjadi sebuah kitab yang sangat agung.
5.
Hindun binti Abi Umayyah (Ummu Salamah)
Salamah seorang
janda tua mempunyai 4 anak dengan suami pertama yang bernama Abdullah bin Abd
al-Asad. Suaminya syahid dalam Perang Uhud dan
saudara sepupunya turut syahid pula dalam perang itu lalu nabi Muhammad
melamarnya. Mulanya lamaran ditolak karena menyadari usia tuanya. Alasan umur
turut digunakannya ketika menolak lamaran Abu Bakar dan Umar al Khattab.
Lamaran kali
kedua nabi Muhammad diterimanya dengan maskawin sebuah tilam, mangkuk dari
sebuah pengisar tepung.
6.
Ramlah binti Abu Sufyan (Ummu Habibah)
Ummu Habibah
seorang janda. Suami pertamanya Ubaidillah bin Jahsyin al-Asadiy. Ummu Habibah
dan suaminya Ubaidullah pernah berhijrah ke Habsyah. Ubaidullah meninggal dunia
ketika di rantau dan Ummu Habibah yang berada di Habsyah kehilangan tempat
bergantung.
Melalui al
Najashi, nabi Muhammad melamar Ummu Habibah dan upacara pernikahan dilakukan
oleh Khalid bin Said al-As dengan maskawin 400 dirham, dibayar oleh al Najashi
bagi pihak nabi.
7.
Juwayriyah (Barrah) binti Harits
Ayah Juwairiyah
ialah ketua kelompok Bani Mustaliq yang telah mengumpulkan bala
tentaranya untuk memerangi nabi Muhammad dalam Perang al-Muraisi'. Setelah Bani
al-Mustaliq tewas dan Barrah ditawan oleh Tsabit bin Qais bin
al-Syammas al-Ansariy. Tsabit hendak dimukatabah dengan 9 tahil emas, dan Barrah pun mengadu kepada nabi. Rasulullah
bersedia membayar mukatabah tersebut, kemudian menikahinya.
8.
Shafiyah binti Huyay
Shafiyah anak
dari Huyay, ketua suku Bani Nadhir, yaitu salah satu Bani Israel yang
berdiam di sekitar Madinah. Dalam Perang Khaibar, Shafiyah dan
suaminya Kinanah bin al-Rabi telah tertawan. Dalam satu perundingan setelah
dibebaskan, Safiyah memilih untuk menjadi isteri nabi
Muhamad. Sofiah binti Huyai bin Akhtab (wafat 50 H).
Shafiyah
memiliki kulit yang
sangat putih dan memiliki paras cantik, menurut Ummu Sinan Al-Aslamiyah, sehingga
membuat cemburu istri-istri Muhammad yang lain. Bahkan ada istri Muhammad
dengan nada mengejek, mereka mengatakan bahwa mereka adalah wanita-wanita Quraisy, wanita-wanita
Arab sedangkan dirinya adalah wanita asing (Yahudi). Bahkan suatu ketika Hafshah
sampai mengeluarkan lisan kata-kata, ”Anak seorang Yahudi” hingga menyebabkan
Shafiyah menangis. Muhammad kemudian bersabda, “Sesungguhnya engkau adalah
seorang putri seorang
nabi dan
pamanmu adalah seorang nabi, suamimu pun juga seorang nabi lantas dengan alasan
apa dia mengejekmu?” Kemudian Muhammad bersabda kepada Hafshah, “Bertakwalah
kepada Allah wahai Hafshah!” Selanjutnya manakala dia mendengar ejekan dari
istri-istri nabi yang lain maka diapun berkata, “Bagaimana bisa kalian lebih
baik dariku, padahal suamiku adalah Muhammad, ayahku (leluhur) adalah Harun dan
pamanku adalah Musa?”[6] Shafiyah wafat
tatkala berumur sekitar 50 tahun, ketika masa pemerintahan Mu'awiyah.
9.
Zaynab binti Jahsy
Zaynab
merupakan isteri Zaid bin Haritsah, yang pernah
menjadi budak dan
kemudian menjadi anak
angkat nabi
Muhammad SAW. setelah
dia dimerdekakan.
Hubungan suami
isteri antara Zainah dan Zaid tidak bahagia karena Zainab dari keturunan mulia,
tidak mudah patuh dan tidak setaraf dengan Zaid. Zaid telah menceraikannya
walaupun telah dinasihati oleh nabi
Muhammad SAW. Upacara
pernikahan dilakukan oleh Abbas bin Abdul-Muththalib dengan
maskawin 400 dirham, dibayar bagi pihak nabi Muhammad s.a.w.
10. Zaynab binti
Khuzaymah
Aynab putri
Khuzaymah bin al-Harits bin Abdullah bin Amr bin Abdu Manaf bin Hilal bin Amir
bin Sha’sha’a bin Muawiyah. Dijuluki “Ibu orang-orang miskin” karena
kedermawanannya terhadap orang-orang miskin. Sebelumnya menikah dengan
Muhammad, ia adalah istri dari Abdullah
bin Jahsy. Ada riwayat yang mengatakan ia istri Abdu Thufail bin al-Harits, tetapi
pendapat pertama adalah yang sahih. Ia dinikahi oleh Muhammad pada tahun ke 3 H
dan hidup bersamanya selama hanya dua atau tiga bulan., karena Zainab binti
Khuzaimah meninggal dunia sewaktu Muhammad masih hidup.
11. Maymunah binti
al-Harits
Maymunah binti
al-Harits bin Hazn bin Bujair bin al-Harm bin Ruwaibah bin Abdullah bin Hilal
bin Amir bin Sha’sha’a bin Muawiyah bibi dari Khalid bin Walid dab Abdullah bin
Abbas. Rasulullah saw menikahinya di tempat yang bernama Sarif suatu tempat
mata air yang berada sembilan mil dari kota Mekah. Ia adalah
wanita terakhir yang dinikahi oleh Muhammad. Wafat di Sarif pada tahun 63 H.
12. Maria
al-Qabtiyya]
Mariah
al-Qibthiyah ialah satu-satunya istri Nabi yang berasal dari Mesir. Ia seorang
mantan budak Nabi yang
telah dinikahi dan satu-satunya pula yang dengannya Nabi memperoleh anak selain
Khadijah yakni Ibrahim namun meninggal dalam usia 4 tahun. Mariyah al-Qibtiyah
wafat pada 16H/637 M.
Seorang wanita
asal Mesir yang dihadiahkan
oleh Muqauqis, penguasa Mesir kepada Rasulullah
tahun 7 H. Setelah dimerdekakan lalu dinikahi oleh Rasulullah dan mendapat
seorang putra bernama Ibrahim. Sepeninggal Rasulullah dia dibiayai oleh Abu
Bakar kemudian Umar dan meninggal pada masa kekhalifahan Umar.
Seperti halnya
Sayyidah Raihanah binti Zaid, Mariyah al-Qibtiyah adalah teman (stlh dibebaskan
Rasulullah) yang kemudian ia nikahi. Rasulullah memperlakukan Mariyah
sebagaimana ia memperlakukan istri-istrinya yang lainnya. Abu Bakar dan Umar
pun memperlakukan Mariyah layaknya seorang Ummul-Mukminin. Dia adalah istri
Rasulullah satu-satunya yang melahirkan seorang putra, Ibrahim, setelah
Khadijah.
Allah
menghendaki Mariyah al-Qibtiyah melahirkan seorang putra Rasulullah setelah
Khadijah. Betapa gembiranya Rasulullah mendengar berita kehamilan Mariyah,
terlebih setelah putra-putrinya, yaitu Abdullah, Qasim, dan Ruqayah meninggal
dunia.
Mariyah
mengandung setelah setahun tiba di Madinah. Kehamilannya membuat istri-istri
Rasul cemburu karena telah beberapa tahun mereka menikah, namun tidak kunjung
dikaruniai seorang anak pun. Rasulullah menjaga kandungan istrinya dengan sangat
hati-hati. Pada bulan Dzulhijjah tahun kedelapan hijrah, Mariyah melahirkan
bayinya yang kemudian Rasulullah memberinya nama Ibrahim demi mengharap berkah
dari nama bapak para nabi, Ibrahim. Lalu ia memerdekakan Mariyah sepenuhnya.
2.4 Ukhuwah
Islamiah
Persaudaraan
sesama muslim. Nabi mempersaudarakan golongan Muhajirin dengan Anshor. Ini
berarti menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru yaitu persaudaraan
berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan beersasarjan darah.
2.5 Al-Daulah
Ø Pembentukan
komunitas madinah dan Negara madinah
Setalah tiba dan diterima penduduk Yastrib ( Madinah ), Nabi resmi menjadi
pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda
dengan periode Mekkah, periode Madinah, Islam, merupakan kekuatan politik.
Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah
Dasar
pertama , pembangunan Masjid, selain untuk
tempat shalat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum Muslimin
dan mempertalikan jiwa mereka. Masjid pada masa Nabi juga berfungsi sebagai
pussat pemerintahan.
Dasar
kedua , Ukhuwah Islamiah , persaudaraan sesama musllim. Nabi
mempersaudarakan golongan Muhajirin dengan Anshor. Ini berarti menciptakan
suatu bentuk persaudaraan yang baru yaitu persaudaraan berdasarkan agama,
menggantikan persaudaraan beersasarjan darah.
Dasar
ketiga , hubungan persahabatan sengan
pihak-pihak lain yang tidak beragama islam.
Ø Kebijakan-kebijakan
Pemerintah
Maju mundurnya suatu pemerintahan akan sangat
bergantung kepada pemegang kekuasaan. Sehubungan dalam periode Khulafa’
al-Rasyidin Abu Bakar adalah khalifah(pemimpin Negara) yang pertama. Maka
kualitas seorang khalifah memberi contoh tersendiri dalam menentukan
kebijakan-kebijakan di berbagai bidang yang berhubungan dengan hajat hidup
masyarakst yang dipimpinnya. Demikian pula dalam mengatasi berbagai krisis dan
gejolak yang muncul dalam pemerintahannya
Ø Penataan Birokrasi Pemerintahan
Dalam masalah penataan birokrasi pemerintahan
khalifah Rasululla ,yaitu kekuasaan eksekutif, legeslatif, yudikataf terpusat
disatu tangan
2.6 Al-Siyasah
Sistem
politik Islam memang berbeda dengan sistem-sistem politik lainnya. Satu perkara
yang paling penting dalam sistem politik Islam adalah bahwa kedaulatan itu
tidak di tangan rakyat maupun Kepala Negara, melainkan ditangan syara’.
Hanya saja pesan-pesan syara’ yang sifatnya ilahi itu tidak
dimonopoli oleh Kepala Negara (khalifah) dan tidak dimanipulasi oleh
tokoh agama karena kedudukan seluruh kaum muslimin di depan syara’ (baik
dari segi hukum maupun kewajibannya) adalah sama.
Dengan
terbetuknya masyarakat baru Islam di Madinah, orang-orang kafir Quraisy
bertambah marah, maka terjadi peperangan yang pertama yaitu perang Badar pada
tanggal 8 Ramadlan, tahun 2 H. Kemudian disusul dengan perang yang lain yaitu
perang Uhud, Zabit dan masih banyak lagi. Pada tahun 9 H dan 10 H (630–632 M)
banyak suku dari berbagai pelosok mengirim delegasi kepada Nabi bahwa mereka
ingin tunduk kepada Nabi, serta menganut agama Islam, maka terwujudlah
persatuan orang Arab pada saat itu. Dalam menunaikan haji yang terakhir atau
disebut dengan Haji Wada tahun 10 H (631 M) Nabi menyampaikan khotbahnya yang
sangat bersejarah antara lain larangan untuk riba, menganiaya, perintah untuk
memperlakukan istri dengan baik, persamaan dan persaudaraan antar manusia harus
ditegakkan dan masih banyak lagi yang lainnya. Setelah itu Nabi kembali ke
Madinah, ia mengatur organisasi masyarakat, petugas keamanan dan para da’i
dikirim ke berbagai daerah, mengatur keadilan, memungut zakat dan lain-lain.
Lalu 2 bulan kemudian Nabi jatuh sakit, kemudian ia meninggal pada hari Senin
12 Rabi’ul Awal 11 H atau 8 Juni 632 M (Yatim,1998:27-33).
Dengan
terbentuknya negara Madinah Islam bertambah kuat sehingga perkembangan yang
pesat itu membuat orang Makkah risau, begitu juga dengan musuh–musuh Islam.
Untuk menghadapi kemungkinan gangguan–gangguan dari musuh, Nabi Muhammad SAW sebagai kepala pemerintahan mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara.
Banyak hal yang dilakukan Nabi dalam rangka mempertahankan dan memperkuat kedudukan kota Madinah diantaranya adalah mengadakan perjanjian damai dengan berbagai kabilah di sekitar Madinah, mengadakan ekspedisi keluar kota sebagai aksi siaga melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang baru dibentuk tersebut. Akan tetapi, ketika pemeluk agama Islam di Madinah semakin bertambah maka persoalan demi persoalan semakin sering terjadi, diantaranya adalah rongrongan dari orang Yahudi, Munafik dan Quraisy. Namun berkat keteguhan dan kesatuan ummat Islam, mereka dapat mengatasinya.
Untuk menghadapi kemungkinan gangguan–gangguan dari musuh, Nabi Muhammad SAW sebagai kepala pemerintahan mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara.
Banyak hal yang dilakukan Nabi dalam rangka mempertahankan dan memperkuat kedudukan kota Madinah diantaranya adalah mengadakan perjanjian damai dengan berbagai kabilah di sekitar Madinah, mengadakan ekspedisi keluar kota sebagai aksi siaga melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang baru dibentuk tersebut. Akan tetapi, ketika pemeluk agama Islam di Madinah semakin bertambah maka persoalan demi persoalan semakin sering terjadi, diantaranya adalah rongrongan dari orang Yahudi, Munafik dan Quraisy. Namun berkat keteguhan dan kesatuan ummat Islam, mereka dapat mengatasinya.
Mereka memperkuat pendapat ini dengan apa yang telah
terjadi delapan bulan sesudah Rasul dan para Muhajirin tinggal di Medinah,
yaitu ketika Muhammad mengirimkan pamannya Hamzah b. Abd'l-Muttalib ke tepi
laut (Laut Merah) di sekitar 'Ish dengan membawa 30 orang pasukan yang terdiri
dari kalangan Muhajirin tanpa orang-orang Anshar. Di tempat ini ia bertemu
dengan Abu Jahl b. Hisyam dengan 300 orang pasukan terdiri dari penduduk Mekah;
dan bahwa Hamzah sudah siap akan memerangi Quraisy tapi lalu dilerai oleh Majdi
b. 'Amr yang bertindak sebagai pendamai kedua belah pihak. Masing-masing
kelompok itu lalu bubar tanpa terjadi suatu pertempuran. Juga ketika Muhammad
mengirimkan 'Ubaida bin'l-Harith dengan 60 orang pasukan terdiri dari kaum
Muhajirin tanpa Anshar. Mereka pergi menuju ke suatu tempat air di Hijaz, yang
disebut Wadi Rabigh. Disini mereka bertemu dengan kelompok Quraisy yang terdiri
dari 200 orang dipimpin oleh Abu Sufyan. Tetapi mereka bubar juga tanpa suatu
pertempuran; kecuali apa yang diceritakan orang, bahwa Said b. Abi Waqqash
ketika itu telah melepaskan anak panahnya, "dan itu adalah anak panah
pertama dilepaskan dalam Islam." Demikianlah ketika Said bin Abi Waqqash
dikirim ke daerah Hijaz dengan membawa 8 orang Muhajirin menurut satu sumber
atau 20 orang menurut sumber yang lain. Kemudian mereka kembali karena tidak
bertemu siapa-siapa.
2.7 Mujtamak
Muhammad mulai merasa perlu mencari sebuah tempat bagi
para pemeluk Islam dapat berkumpul bersama. Di tempat itu akan diajarkan kepada
mereka tentang prinsip-prinsip Islam, membacakan ayat-ayat Al-Qur'an,
menerangkan makna dan kandungannya, menjelaskan hukum-hukumnya dan mengajak
mereka untuk melaksanakan dan mempraktikkannya. Pada akhirnya Muhammad memilih
sebuah rumah di bukit Shafa milik Abu Abdillah al-Arqam bin Abi
al-Arqam. Semua kegiatan itu dilakukan secara rahasia tanpa sepengetahuan siapa
pun dari kalangan orang-orang kafir.
Rumah Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam ini
merupakan Madrasah pertama sepanjang sejarah Islam, tempat ilmu
pengetahuan dan amal saleh diajarkan secara terpadu oleh sang guru pertama,
yaitu Muhammad Rasulallah. Ia sendiri yang mengajar dan mengawasi proses
pendidikan disana.
Siriyyah (rahasia)
Selama tiga tahun pertama, Muhammad
hanya menyebarkan agama terbatas kepada teman-teman dekat dan kerabatnya,
pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu ishaq dan Al-Waqidi. Kebanyakan dari mereka yang
percaya dan meyakini ajaran Muhammad adalah para anggota keluarganya, tetapi
tidak semua orang terdekatnya mau menerima dakwah ini. Sebagai contoh Abu
Thalib yang tidak meyakini ajaran yang dibawa oleh Muhammad. Begitu pula
dengan salah satu pamannya yang bernamaAbu Lahab, bahkan menjadi penentang
keras dakwah Muhammad.
Muhammad menjadi nabi dan berdakwah
pada kisaran tahun 610 - 614 Masehi. Setelah
adanya wahyu, surat Al-Muddatsir: 1-7, yang artinya:
“Hai
orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan
Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala)
tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan)
yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah. (Al-Mudatsir
74: 1-7)”
Muhammad mulai terbuka menjalankan dakwah secara
terang-terangan. Mula-mula ia mengundang kerabat karibnya
bangsa Quraisy dalam sebuah jamuan. Pada kesempatan itu ia
menyampaikan ajarannya.
Namun ternyata hanya sedikit yang menerimanya. Sebagian
menolak dengan halus, sebagian menolak dengan kasar, salah satunya adalah Abu
Lahab dan istrinya Ummu Jamil. Mereka sangat membenci ajaran yang
dibawa oleh Muhammad.
BAB III
KESIMPULAN
Kehidupan Rasulullah saw memberikan kepada kita
contoh-contoh mulia, baik sebagai pemuda Islam yang lurus perilakunya dan terpercaya
di antara kaum dan juga kerabatnya, ataupun sebagai da’i kepada Allah dengan
hikmah dan nasehat yang baik, yang mengerahkan segala kemampuan utnuk
menyampaikan risalahnya. Juga sebagai kepala negara yang mengatur segala urusan
dengan cerdas dan bijaksana, sebagai suami teladan dan seorang ayah yang penuh
kasih sayang, sebagai panglima perang ang mahir, sebagai negarawan ynag pandai
dan jujur, dan sebagai Muslim secara keseluruhan (kaffah) yang dapat melakukan
secara imbang antara kewajiban beribadah kepada Allah dan bergaul dengan
keluarga dan sahabatnya dengan baik
Maka kajian Sirah Nabawiyah tidak lain hanya
menampakkan aspek-aspek kemanusiaan
ini
secara keseluruhan yang tercermin dalam suri tauladan yang paling sempurna dan
terbaik.